Tn W
dirawat diruang medikal bedah karena diare sudah sebulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat ke dokter. Pekerjaan Tn W adalah supir truk dan dia baru
saja menikah dua tahun yang lalu. Tn W mengatakan bahwa dia diare cair ±15 x
hari dan BB menurun 7 kg
dalam satu bulan serta sariawan mulut tak kunjung sembuh meskipun telah
berobat dan tidak nafsu makan. Hasil foto thorax ditemukan pleural effusi
kanan,hasil laboratorium sebagai berikut : Hb 11 gr/dL, leukosit 20.000/Ul,
trombosit 160.000/UL, LED 30
mm , Na 8 mmol/L, K 2,8 mmol/L, Cl 11o mmol/L, protein
3,5. Hasil pemeriksaan ditemukan TD 120/80 mmHg, N 120x/mnt, P 28x/menit, S 390C , konjungtiva anemis,
sklera tak ikterik, paru-paru : ronchi +/+ dan wheezing +/-.
Diagnosa Medis
pada kasus diatas adalah AIDS
AIDS
A.
Pengertian
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome
merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh
oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana
sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired :
Didapat, Bukan penyakit keturunan
Deficiency :
Kekurangan
Syndrome :
Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan
progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS
) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit
yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit
parah bahkan meninggal.
§ AIDS adalah
sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
§ AIDS diartikan
sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C.
Smetzler dan Brenda G.Bare )
§ AIDS diartikan
sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam
respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan
kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control
and Prevention )
1. Etiologi
AIDS disebabkan
oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL
II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh
darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
1. Patofisiologi
Sel T dan
makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan
ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi
sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan
sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan
suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi
genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA . DNA
ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak
dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV
yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme
yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk
menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya
jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti
berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4
mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik
) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang
didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml
darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
1. Klasifikasi
Sejak 1 januari
1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan
orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu
atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B
dan C.
1. Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata
yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau
riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh
keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis
Baksilaris
2. Kandidiasis
Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks
( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala
konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari
1 bulan.
5. Leukoplakial yang
berambut
6. Herpes Zoster
yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton
saraf.
7. Idiopatik
Trombositopenik Purpura
8. Penyakit
inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan
dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis
bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks
inpasif
3. Koksidiomikosis
ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis
ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis
internal kronis
6. Cytomegalovirus (
bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis
Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy
berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks
(ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis
diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis
intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit ,
Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks
mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada
tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium,
spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia
Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty
multifokal progresiva
20.Septikemia
salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis
otak
22.Sindrom pelisutan
akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
5. Gejala Dan
Tanda
Pasien AIDS
secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun)
pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan,
diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif,
dan lesi oral.
Dan disaat fase
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun
dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik,
yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC ),
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal :
§ Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak
khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu
mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah
bening, dan bercak merah ditubuh.
§ Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh
pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh
hasil positif.
§ Radang kelenjar
getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah
bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia,
herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1. kompleks dimensia
AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel
saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, dan isolasi social.
2. Enselophaty akut,
karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
3. Infark serebral
kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
4. Neuropati karena
imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c.
Gastrointestinal
1. Diare karena
bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena
bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3. Penyakit
Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena
Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal
nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit
stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
§ Pandangan :
Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
§ Pendengaran :
otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
7.
Penatalaksanaan
Belum ada
penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa
dilakukan dengan :
1. Melakukan
abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
2. Memeriksa adanya
virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi.
3. Menggunakan
pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar
jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi
kejanin / bayi baru lahir.
Apabila
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :
1. Pengendalian
Infeksi Opurtunistik
Bertujuan
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
1. Terapi AZT
(Azidotimidin)
Disetujui FDA
(1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
1. Terapi Antiviral
Baru
Beberapa
antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat
ini adalah :
1. Didanosine
2. Ribavirin
3. Diedoxycytidine
4. Recombinant CD 4
dapat larut
1. Vaksin dan
Rekonstruksi Virus
Upaya
rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
1. Pendidikan untuk
menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi
yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
2. Menghindari
infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat
Penyakit
Jenis infeksi
sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis
pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang
yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi
kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit
kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus,
anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan
penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji
status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta
terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
§ Kerusakan respon
imun seluler (Limfosit T )
Terapiradiasi,defisiensinutrisi,penuaan,aplasia
timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
§ Kerusakan
imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik
leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing
enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan
Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas /
Istirahat
Gejala : Mudah
lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan
otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD,
frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala :
Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan
TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan
pengisian kapiler.
- Integritas dan
Ego
Gejala : Stress
berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa,
putus asa,dan sebagainya.
Tanda :
Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare
intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri
panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces
encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan
abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan
karakteristik urine.
- Makanan /
Cairan
Gejala :
Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor
kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak
dapat menyelesaikan AKS
Tanda :
Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensori
Gejala : Pusing,
sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan
status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri /
Kenyamanan
Gejala : Nyeri
umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak
sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering
atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea,
distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat
jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam
berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan
integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar
limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
-Seksualitas
Gejala : Riwayat
berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah
kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi
Sosial
Gejala : Masalah
yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan
interaksi
- Penyuluhan /
Pembelajaran
Gejala :
Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan
obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan
Diagnostik
a. Tes
Laboratorium
Telah
dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian.
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1. Serologis
- Tes antibody
serum
Skrining Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa
- Tes blot
western
Mengkonfirmasi
diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah
total
- Sel T4 helper
Indikator system
imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor
sitopatik )
Rasio terbalik (
2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein
pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai
kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat,
terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai
polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus
hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis,
pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur,
bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI , CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Dilakukan dengan
biopsy pada waktu PCP ataupun
dugaan kerusakan paru-paru
4. Tes Antibodi
Jika seseorang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi
dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3
– 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif.
Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985
Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes
tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym –
Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody
yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).
ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang
terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang
yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
disebut seropositif.
2. Western Blot
Assay
Mengenali
antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Indirect
Immunoflouresence
Pengganti
pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno
Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi
protein dari pada antibody.
c. Pelacakan
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan
langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak
perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24,
pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi
kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah,
pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi
AIDS.
Pengkajian
Data dasar :
Nama
: Tn. W
Umur
:
40 tahun
Jenis kelamin
:
Laki-laki
Alamat
:
Jakarta
Analisa Data
DS :
- diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun
sudah berobat kedokter.
-
Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang
lebih 15x/hari
DO :
- hasil foto thorax, pleural effusion kanan
Hasil LAB :
-
Hb 11 gr/dl
-
Leukosit 20.000/uL
-
Trombosit 160.000/uL
-
LED 30 mm
-
Na 98 mmoL/L
-
K 2,8 mmol/L
-
Cl 110 mmol/L
2. Diagnosa
keperawatan
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
2.
Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi
Analisa data
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|
1
|
DS
:
diare sudah 1
bulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat kedokter.
Tn. W
mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari
DO :
-
Na 98 mmoL/L
-
K 2,8 mmol/L
-
Cl 110 mmol/L
|
Output
yang berlebih
|
Kekurangan
volume cairan
|
|
2
|
DS
:
Tn.W mengatakan
BB menurun
DO :
-
Leukosit 20.000/uL
-
Trombosit 160.000/uL
-
LED
|
Imunodefisiensi
|
Resiko
infeksi
|
Rencana asuhan
keperawatan
Dx
: Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan : – mempertahankan
hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit
Kriteria hasil : – Terpenuhinya
kebutuhan cairan secara adekuat
- Defekasi
kembali normal, maksimal 2x sehari
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Mandiri
§ Kaji turgor
kulit,membran mukosa, dan rasa haus
§ Pantau masukan
oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
§ Hilangkan
makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/ makanan berkadar
lemak tinggi, kacang, kubis, susu.
§ Berikan makanan
yang membuat pasien berselera.
Kolaborasi
§ Berikan
obat-obatan sesuai indikasi : antiemetikum, antidiare atau antispasmodik.
§ Pantau hasil
pemeriksaan laboratorium.
§ Berikan
cairan/elektrolit melalui selang makanan atau IV.
|
§ Indikator tidak
langsung dari status cairan.
§ Mempertahankan
keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa.
§ Mungkin dapat
mengurangi diare.
§ Meningkatkan
asupan nutrisi secara adekuat.
§ Mengurangi
insiden muntah, menurunkan jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan
peristaltik.
§ Mewaspadai
adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit.
§ Diperlukan
untuk mendukung volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak adekuat.
|
Dx : Resiko
infeksi b.d imunodefisiensi
Tujuan
:
– Mengurangi resiko terjadinya infeksi
- Mempertahankan
daya tahan tubuh
Kriteria
hasil: – Infeksi berkurang
- Daya tahan
tubuh meningkat
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Mandiri
§ Pantau adanya
infeksi : demam, mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau
nyeri menelan.
§ Ajarkan pasien
atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.
§ Pantau jumlah
sel darah putih dan diferensial
§ Pantau
tanda-tanda vital termasuk suhu.
§ Awasi
pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah
tersendiri.
Kolaborasi
§ Beriakan
antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra),
nistasin, pentamidin atau retrovir.
|
§ Deteksi dini
terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan
berulang memperberat kelemahan pasien.
§ Berikan deteksi
dini terhadap infeksi.
§ Peningkatan SDP
dikaitkan dengan infeksi
§ Memberikan
informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang
terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru
dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak
dapat disembuhkan.
§ Mencegah
inokulasi yang tak disengaja dari pemberi perawatan.
§ Menghambat
proses infeksi. Beberapa obat-obatan ditargetkan untuk organisme tertentu,
obat-obatan lainya ditargetkan untuk meningkatkan fungsi imun
|
No comments:
Post a Comment